infomjlk.id - Sabtu (27/05/2023), Desa Pakubeureum telah menunaikan Pemilihan Kepala Desa. Bukan satu-satunya sebab ajang ini digelar secara serentak bersama 63 desa lain di Majalengka.
Di sana Asep Supriatman - peserta pemilihan dengan nomor 2 yang sekaligus berstatus petahana - keluar sebagai pemenang. Asep mengalahkan seorang calon lain, yakni Acon Ansori. Adapun detail perolehannya 679 untuk Calon No.1, 2.202 untuk Calon No.2 dan 47 suara tidak sah.
Bertanya pada salah satu panitia Tempat Pemungutan Suara (TPS) 6 di Blok Cambay, Abu Achmad Amir, pemilihan berlangsung lancar dan relatif tidak banyak kendala. Antusiasme warga memilih cenderung tinggi, dengan jumlah suara tidak sah terbilang 6 buah saja di TPS di mana Abu berjaga.
Ia, bersama kawan panitia lainnya, dipercaya sebagai panitia dari awal bulan Mei, bentukan dari Panitia Sebelas. Pada Sabtu, atau Hari H pemilihan, Abu mengaku berangkat dari rumah pukul setengah 7 dan baru pulang menjelang Maghrib. Tentu datang setelah TPS rapi, telah terdekor tanpa melupakan fungsi utamanya; dan pulang setelah penghitungan suara keseluruhan di balai desa.
Ia cukup kesulitan kala saya tanya apakah ada problematika, atau semacam drama, pada keberlangsungan proses pemilihan. Hingga ia teringat bahwasanya sempat terjadi silang pendapat kecil antara saksi kedua calon terkait penutup tempat suara.
Saksi No.1 ingin tirai penutup dari bilik suara, yang memang tidak standar karena telah didekor sedemikian rupa, dibuka agar pemilih dapat terlihat. Saksi No.2, salah seorang Panitia Sebelas dan perwakilan Badan Penasehat Desa (BPD) berpendapat sebaliknya. Lalu panitia pun memberi edukasi kembali pada pihak No.1 jika tata cara yang diatur memang mengharuskan bilik suara tertutup. Permasalahan pun reda sampai di sana.
Dari situ, Abu mengenang ulang jika pada malam sebelum pemilihan sempat ada utusan dari kandidat nomor 1 yang masuk ke bilik suara.
Sang utusan, yang sempat bertegur sapa pula pada para panitia yang berjaga, terlihat membawa sebotol air mineral yang lantas tinggal sedikit setelah masuk dari bilik suara. "Biasa ning mistis mistis," ucap Abu "Tapi karena tidak merusak atau mengganggu fasilitas yang ada maka panitia membiarkan saja."
Cerita tak berhenti sampai sana. Kurang lebih jam setengah 9 malam, ia hendak berkeliling ke TPS lain. Motifnya ialah mengukur kepantasan TPS yang ia jaga supaya menang dalam kategori TPS paling kreatif yang desa selenggarakan. Abu ini agaknya memang ambisius.
Dalam "inspeksi mandiri" itu, ia mendapati jika ada gestur serupa yang dilakukan di TPS 7: utusan salah satu calon yang menyiramkan semacam air mineral. Penemuan yang bikin Abu mesem-mesem mengingat profesi hariannya sebagai guru agama.
Sepulang dari berkeliling, ia lalu ditanyai seorang anggota Babinsa, yang memang ditugasi mengawal TPS 6. "Ada aduan masuk, katanya di TPS ada yang kencing?"
Abu tertegun. Lalu teringat sang utusan. Menerka-nerka dari mana Kakak Babinsa dapat pengaduan dan, baru, berikan reka adegan versinya.
Yang dilanjutkan respon begini oleh Kak Babinsa, "Euuuhh geuning kitu a. Aya-aya wae. Sugan teh naon aduan wayah kieu. Hanas ku abi langsung ditelusuri, keur mah cape tos aangkatan ti Mekarjaya,"
Saya tidak tahu apakah Abu bertanya lebih lanjut tentang aangkatan Kak Babinsa. Namun saya tahu jika ia mendapat instruksi tambahan untuk mencegah kejadian serupa terulang: Di luar waktu pemilihan, hanya panitia TPS yang berkepentingan saja yang boleh masuk bilik suara, selain itu tidak diperkenankan. Boleh juga instruksinya, saya membatin.
Enam ratus dua puluh lima ribu rupiah menjadi bekal panitia TPS 6 selama pemilihan berlangsung. Kurang lebih setengahnya dianggarkan untuk konsumsi. Di luar itu, mereka harus membeli paku payung, lem, selotip, dan lain sebagainya. Abu bilang anggaran segitu sudah mencukupi.
Saya lalu menantang dia untuk lontarkan prediksi tentang efek pemilihan ini: Apakah berpotensi membelah masyarakat untuk jangka panjang?
"Mudah-mudahan tidak. Dan memang sepertinya tidak akan begitu. Apalagi kali ini perbedaan suara calon cukup jauh.
Di periode-periode yang sudah, paling lama situasi tegang berlansung satu sampai satu setengah tahun. Prediksi ini hanya untuk masyarakat kebanyakan dan bisa berbeda halnya untuk pihak-pihak terdekat calon, seperti contohnya keluarga," pungkas Abu.
Raka Langit
0 Comments