infomjlk.id - Efek domino dari konsumsi dan produksi yang tidak bertanggung jawab adalah efek yang saling meruntuhkan satu dengan yang lainnya. Karena kita hidup pada era media sosial yang semaunya menjadi follower. Efek tersebut akan berbalik pada manusia sendiri, tak ubahnya seperti hukum karma. Apa yang kita konsumsi dan produksi dengan tidak bertanggung jawab efeknya berlanjut pada banyak hal.
Konsumsi yang bertanggung jawab
Tanggung jawab adalah kata yang sangat populer untuk didengar namun kata ini acap kali tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Tanggung jawab hanya sebagai status subjectif individu yang dinilai berdasarkan kelayakan masing-masing. Hal ini pun berhubungan dengan sikap setiap individu terhadap apa yang dikonsumsinya. Berfokus pada konsumsi dalam bidang makanan, kita sudah kehilangan sebagian dari rasa tanggung jawab. Karena apa yang kita konsumsi bisa menyebabkan efek yang besar terhadap bumi. Tanpa sadar kita menyumbang gas CO2 meningkat dengan hanya mengonsumsi daging sapi. Karena semakin kita memiliki ketergantungan pada daging dan susu maka semakin meningkat pula emisi metana yang dihasilkan dari pemamah biak rumput ini.
Kita harus memperhatikan setiap apa yang kita makan. Jika kita sang omnivora bertindak sebagai karnivora saja maka dampaknya adalah ketidak seimbangan ekosistem, sama pula jika hanya bertidak sebagai herbivora. Namun menurut pandangan saya, kecenderungan yang bersifat korosif untuk merusak ekosistem terjadi jika hanya mengonsumsi daging. Dengan ketergantungan daging, lahan hutan menjadi lahan peternakan dan seiring bertambahnya waktu, produksi gas metana menjadi semakin tinggi. Namun daging tidak hanya dihasilkan dari hewan daratan tapi juga berasal dari lautan. Kita tahu bahwa begitu banyak hewan laut yang tersebar diseluruh dunia yang bisa dijadikan bahan makanan. Tapi sayang, sekarang angka populasi hewan yang tergolong langka semakin menurun. Semua itu berdasarkan dalih makanan. Kita bisa membuka mata terhadap negara Cina yang mengambil sirip hiu sebagai makanan yang bekhasiat obat. Begitu juga dengan insang ikan pari yang memiliki khasiat sebagai vitalitas pria.
Dengan rasa sayang, di Lamakera Indonesia pun menjual insang ikan pari ke daratan Cina. Tanpa sadar kita membunuh hewan dengan populasi diambang batas. Tanpa sadar juga, kita sedang menutup mata generasi muda dari penglihatannya akan hewan-hewan luar biasa yang Tuhan telah ciptakan.
“By eating meat we share the responsibility of climate change, the destruction of our forests, and the poisoning of our air and water. The simple act of becoming a vegetarian will make a difference in the health of our planet.” – Thich Nhat Hanh.The World We Have: A buddhist Approach to Peace and Ecology. Vegetarian, banyak sekali orang-orang yang memuji pola makan sehat yang dilakukan vegetarian. Inikah solusi yang bisa kita ambil untuk menyelamatkan bumi ? Konyol sekali memang jika hanya mengganti konsumsi kita sehari-hari dengan sayuran dan buah-buahan bisa mengubah dunia. Namun tidak salah jika menyelematkan bumi dimulai dari hal-hal yang terkecil. Disini saya tidak memaksa pembaca untuk menjadi vegetarian namun setidaknya mengurangi konsumsi daging terlebih menghindari konsumsi hewan yang sudah diambang batas. Konsumsi yang bertanggung jawab dibangun dengan landasan kepedulian terhadap bumi.
Produksi yang bertanggung jawab
Saya meyakini bahwa tidak semua produksi bertujuan baik dan bertanggung jawab. Namun semuanya dapat diukur secara subjektif, sehingga bisa dinilai dari kacamata sendiri. Oleh sebabnya tanggung jawab adalah filter atau penyaring sikap untuk membuat produksi yang baik bagi sesama.
Dalam bidang makanan dan minuman, kita tahu bahwa banyak sekali produksi yang melebihi kadar batasnya. Baik itu kandungan didalamnya ataupun produksi masal yang berkelanjutan. Hingga menimbulkan syndrome ketergantungan.
Selain dalam bidang itu, produksi energi dari fosil pun menjadi bumerang bagi bumi saat ini. Pasalnya banyak negara-negara yang hampir sepenuhnya bergantung pada energi fosil. Namun tidak diragukan lagi bahwa manfaat energi itu sangat besar bagi kelangsungan hidup manusia. Meskipun kita sadar telah menyumbang gas rumah kaca yang besar di era modern saat ini.
Tak hanya gas rumah kaca yang menjadi efek domino, namun polusi, limbah yang sangat mencemari lingkungan menjadi ciri dari produksi yang tidak bertanggung jawab. Sungai dan lautan adalah penyerap karbon yang baik, namun memang durasinya sangat lambat. Jika lautan tercemar, hutan ditebang sembarangan apalagi dengan dibakar secara masal maka bagaimana mereka bisa menyerap karbon yang setiap saat manusia produksi ? Alih-alih manusia membuat karbon meningkat dengan membakar hutan. Sumatra adalah salah satu yang bisa dilihat. Tahun 2015 hutan hujan Asia Tenggara ini sengaja dibakar, hampir separuhnya dengan alasan untuk membuat perkebunan kelapa sawit yang menghasilkan minyak sayur dengan harga murah. Hal ini membuat komoditas perusahaan bidang makanan mendapat untung besar. Sebut saja Quaker, Burger King dan lain sebagainya. Lantas siapa yang seharusnya paling bertanggung jawab ? Pemerintahkah ? Saya tidak bisa mengatakan bahwa itu tidak benar. Tapi saya menyadari bahwa semua penghuni bertanggung jawab, baik itu pemerintah ataupun non-pemerintah, karena pada hakikatnya kita semua adalah penghuni bumi. Kita merasakan hal yang sama. Namun memang hal ini tidak seperti membalikan tangan, tidak mudah. Saya hanya meyakini bahwa semua sudah tahu akan perbuatan salah dan benar. Oleh karenanya, jika hal ini dirasa sangat sulit, maka setidaknya kita bisa meminimalisir kesalahan.
Radc
0 Comments