Disadari Atau Tidak, Kini Daya Beli Masyarakat Indonesia Kian Menurun!

Source: istockphoto.com

InfoMJLK.id -- Daya beli masyarakat, khususnya kelompok menengah kian menurun. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh data Survei Konsumen yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI). 

Berdasarkan data Survei Konsumen BI edisi November 2023, rasio konsumsi kelompok dengan pengeluaran di bawah Rp5 juta sebagian besar mengalami penurunan. 

Penurunan terdalam dicatatkan oleh kelompok pengeluaran Rp2,1 juta-Rp3 juta, diikuti kelompok pengeluaran Rp4,1 juta-Rp5 juta. 

Bahkan, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat harus merelakan tabungannya. Berdasarkan hasil survei yang sama, alokasi pendapatan masyarakat untuk menabung mengalami penurunan dari 15,7 persen menjadi 15,4 persen. 

Adapun beberapa faktor yang mendukung hal tersebut meliputi deflasi yang tercatat tiga bulan berturut-turut. Kemudian, menurunnya kinerja industri manufaktur sehingga PMI Manufaktur masuk ke zona kontraksi. 

Selain itu, terjadi banyak PHK akibat melemahnya permintaan sehingga produksi tertahan dan ekspor menurun. 

Lantas kenapa daya beli masyarakat Indonesia menurun? 

Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk (BCA), Jahja Setiaatmadja melalui cnnindonesia.com sempat mengungkapkan biang kerok menurunnya daya beli masyarakat. Menurutnya, penurunan daya beli masyarakat terjadi karena tiga sebab: 

Pertama, maraknya judi online (judol). Ia mengatakan judol membuat masyarakat kehilangan banyak uang. 

Kedua, berkurangnya diskon yang ditawarkan belanja online. Jahja menuturkan dalam beberapa tahun lalu, platform belanja online menawarkan banyak diskon kepada masyarakat. 

Hal itu menurutnya membuat belanja masyarakat bergairah. Fenomena tersebut pun dikenal sebagai bakar uang dari pelaku platform belanja online. 

Namun, saat ini diskon tersebut sudah mulai berkurang. Imbasnya, masyarakat harus berbelanja online dengan biaya lebih tinggi. Karenanya, daya beli pun menurun. 

Ketiga, berkurangnya jumlah pinjaman online (pinjol) ilegal. Jahja menuturkan pada saat covid-19 melanda, keberadaan pinjol ilegal marak di Indonesia. 

Oleh karena itu, banyak masyarakat yang meminjam uang. Jahja mencontohkan ada satu orang yang bisa meminjam dana pada 20 pinjol sekaligus. 

Hal itu terjadi karena ia gali lobang tutup lobang. Dengan kata lain, saat ia tidak bisa membayar utang di satu pinjol, ia akan meminjam ke pinjol lain untuk membayar tagihan. 

Di sisi lain, ini memang merugikan masyarakat. Kendati, secara tidak langsung daya beli menjadi cukup kuat. 

Sementara itu, Ekonom Senior INDEF Didik J Rachbini mengatakan daya beli masyarakat turun, terutama kelas menengah, tercermin dari deflasi yang terjadi di Indonesia selama tiga bulan berturut-turut. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), deflasi pada Mei sebesar -0,03 persen, pada Juni -0,08 persen dan meningkat pada Juli 2024 sebesar -0,18 persen. 

Menurut Didik, deflasi kedengarannya menguntungkan bagi konsumen karena harga yang lebih rendah. Tetapi ini bisa menjadi alarm tanda bahaya bagi perekonomian.

Post a Comment

0 Comments